Selasa, 08 Mei 2012

Mengapa Venezuela dan Hugo Chaves perlu ditulis?


(Oleh Dominggos Oktavianus  )

Sebelum Chavez naik menjadi penguasa, negeri ini lebih banyak dikenal hanya sebagai  penghasil minyak terbesar di Amerika Latin. Atau karena keayuan perempuan-perempuannya, sehingga bolak-balik memenangkan kontes Miss Universe atau Miss World, tentu tanpa dibombardir kontroversi seperti Artika Sari Devi. Selebihnya, Venezuela yang berpenduduk hanya 23 juta, tidak lebih istimewa dibanding Kolumbia, negeri dimana bisnis narkobanya melebihi aktivitas ekonomi tradisional rakyatnya. Atau Brazil yang kerap menjadi tuan rumah Forum Sosial Dunia (WSF) setiap tahun sejak 2001. Atau tentu saja, dibanding musuh laten Amerika Serikat (AS), Fidel Castro, politisi gaek yang sejak tahun 70-an kerap menggampar mikrofonnya setiap kali mengucapkan kata “United States!”

Chavez adalah the rising star, seorang pemimpin muda (usianya 43) yang begitu dicintai oleh orang-orang miskin, sehingga mampu lolos dengan gemilang dari dua kali kudeta yang didukung klik militer sayap kanan, para pengusaha, pemilik media dan sejumlah pimpinan serikat buruh konservatif, gereja Katolik dan tentu saja Pemerintahan AS.. Setelah kudeta militernya sendiri gagal di tahun 1992, nama Kolonel Chavez justru melambung di hati rakyat miskin Venezuela, yang sudah muak dengan korupsi dan kebejatan para elite sipil dan militer waktu itu.   

Chavez dan Venezuela juga menarik untuk dipelajari karena, saat di Indonesia militer dipandang sebagai problem besar demokrasi, kerja sama militer-sipil justru menjadi tulang punggung kesuksesan program-program populis Chavez. Semangat membangun kemandirian ekonomi dalam negeri menjadi proyek nasional bersama dari angkatan bersenjata dan kelompok sipil pendukung Chavez. Uniknya, demokrasi politik di Venezuela tidak terkorupsi dengan keterlibatan tentara yang besar dalam lapangan sosial-ekonomi dan birokrasi. Metode ini, meski menabrak pakem-pakem konvensional dalam demokrasi, yang menegaskan pentingnya supremasi sipil dalam setiap aspek kehidupan, justru perlahan-lahan menunjukkan keberhasilannya dalam membangun Venezuela. 

Dan terakhir, karena Chavez memberikan harapan kepada kita. Perlawanan terhadap kemapanan globalisasi dan neoliberalisme telah bangkit di seluruh dunia, meski tanpa konsep alternatif yang dapat menjadi konsensus bersama. Naiknya Chavez adalah jawaban bagi kelemahan penting gerakan anti globalisasi: bahwa program-program alternatif hanya dapat diwujudkan saat kekuasaan politik ada dalam genggaman. Di saat mayoritas pemimpin Amerika Latin menerima dengan diam superioritas ekonomi AS dan sekutunya, Chavez tampil. Bukan hanya memberikan kritik dan menolak model ekonomi yang eksploitatif dan dominan, namun juga mengambil alih kekuasaan dan menggunakannya untuk kemakmuran rakyat.

Lalu, apa yang membuat sebuah biografi politik menjadi menarik, dan perlu? Apa yang membuatnya seakan-akan tampil sebagai satu kalender perjalanan, bukan saja dari seorang tokoh, tapi juga sebuah bangsa?

Hugo Chavez adalah bintang baru di benua Amerika Latin, kontinen yang kaya akan tradisi pemberontakan militer, gerakan kiri dan tentu saja kemiskinan. Setelah Juan Peron, Velasco Alvarado, Salvador Allende dan Fidel Castro, tradisi gerakan nasionalisme kiri Amerika Latin tampaknya akan terus berjalan dengan terpilihnya Chavez sebagai presiden di tahun 1998, terlepas dari kegusaran Washington terhadapnya.

Sebagai jurnalis, koresponden dan editor surat kabar The Guardian, Richard Gott menulis dan melaporkan Venezuela dari beragam sudut, seakan akan dalam satu saat dia hadir di beberapa tempat sekaligus. Studinya yang mendalam tentang gerakan revolusioner di Amerika Latin sejak 1960-an, menghadiahi kita sebuah bonus dalam membaca biografi Chavez: pengertian yang utuh dan lengkap tentang Venezuela dan Amerika Latin. Sejarah gerakan kemerdekaan Amerika Latin, kemiskinan dan krisisnya adalah pisau yang memahat jalan bagi sejumlah tentara populis untuk mengambil alih kekuasaan. Kolonel Chavez, adalah produk langsung dari sejarah kontinennya, buah dari tradisi patriotik kemiliteran yang diwarisi dari pahlawan-pahlawan kemerdekaan mereka sendiri. Karenanya Chavez, dalam hal ini bukanlah sang pemula. Ia hanya seorang pemimpin yang berani mengambil tradisi terbaik dari perjalanan bangsanya, dan mengasahnya sebagai pedang melawan dominasi ekonomi negara-negara maju abad ini.

Havana-Caracas-Havana

Buku ini dibuka dengan kunjungan Chavez ke Havana dan ditutup juga dengan lawatan ke Havana. Mungkin Gott ingin menunjukkan bahwa Fidel Castro kini tidak sendirian lagi dalam merongrong AS dari Amerika Latin. Ada Chavez yang juga gigih menyerukan pentingnya menolak pasar bebas AS dan kedaulatan ekonomi negeri Amerika Latin. Gott menggambarkan cukup detail persahabatan antara senior-junior ini. Mereka sama-sama menjadi popular berkat kudeta yang gagal di tahun 1953 dan 1992, dan juga sama-sama dipenjara beberapa tahun sebelum akhirnya berhasil berkuasa. Keduanya sama-sama hobi baseball, gemar cerutu dan senang mengutip slogan-slogan revolusioner.

Meski demikian, proyek Revolusi Venezuela terbukti berbeda dari yang dilakukan Kuba. Venezuela, menurut Gott, memiliki tradisi demokrasi yang jauh lebih mendalam daripada Kuba. Dan tradisi itu tidak pupus dengan naiknya seorang kolonel sebagai orang nomor satu. Dalam satu setengah tahun pertama kekuasaannya, pemerintah Chavez telah melaksanakan dua referendum dan dua pemilihan umum, dimana pendukungnya memenangkan kursi mayoritas di Majelis Nasional.

Chavez juga berbeda dari Castro, atau Allende di Chili atau gerakan Sandinista di Nikaragua dan Zapatista di Mexico, yang semuanya menganggap penting keberadaan partai politik atau serikat buruh/tani. Kemenangan Chavez, baik dalam pemilu, kudeta tahun 2002 maupun referendum, bukanlah bersandar pada struktur politik yang mapan dan terorganisasi. Meskipun Chavez membentuk The Fifth Republic Movement dan Bolivarian Revolutionary Movement untuk menyokong kampanye politiknya, namun kelompok ini sesungguhnya merupakan wadah politik grass root yang longgar. Kemenangan Chavez sesungguhnya ditopang oleh barisan kaum miskin perkotaan yang tak terorganisasi, para pekerja sector informal dan tentu saja, tentara. Menurut Gott, mobilisasi para pendukungnya selama ini lebih mengutamakan komite-komite ad hoc dan semi militer, ketimbang kemapanan struktur dan kepatuhan ideologis. 

Ini sangat menarik. Meskipun Chavez memiliki program-program yang berkarakter kiri, namun tindakannya sepenuhnya terlepas dari struktur politik apapun. Menurut Gott, ini disebabkan oleh kejengkelan Chavez pada partai politik tradisional, akibat korupsi ataupun ketidakefektifan mereka dalam membangun dukungan dari grass root. Saat naik panggung, ia terobsesi menciptakan a clean break from the past, dimana partai-partai itu dlihatnya sebagai unsur yang mewakili sistem politik masa lalu. Apalagi serikat buruh terbesar dan tertua di sana, CTV, mayoritas beranggotakan buruh kerah putih dan pekerja minyak, yang merasa lebih dekat kepada pihak pengusaha ketimbang pada sesama buruh.

Seberapa mampukah sebuah kekuasaan dapat bertahan tanpa ditopang oleh sebuah struktur politik yang terorganisasi baik? Seberapa efektifkah ia dapat menjelaskan program-programnya kepada rakyat? Mobilisasi setengah spontan dan mengandalkan momentum politik memang dapat tampil sangat heroik dan militan. Namun kudeta terhadap Chavez oleh kaum oposisi militer dan sipil di tahun 2002, yang berujung pada referendum di bawah pengawasan Carter Center, menunjukkan bahwa spontanitas dan grass root yang longgar tidak cukup untuk mengendalikan kekuasaan dalam jangka panjang.

Program-program ekonomi Chavez sangat menakutkan para konglomerat dan kalangan pro-pasar Venezuela, sementara AS mustahil akan tinggal diam melihat hegemoninya diinjak-injak oleh Chavez. Dengan semakin intensifnya program-program populis Chavez, konflik antar kelompok kaya dan miskin akan kian tajam, yang berpotensi besar memberi jalan bagi upaya penggulingan atau sabotase ekonomi berikutnya. Langkah antisipasi bagi Chavez bukan hanya dengan mempercepat realisasi program-program kesejahteraannya kepada rakyat, namun juga mengorganisasikan mereka ke dalam sebuah wadah yang lebih solid dan permanen.
***
Buku karya Gott ini tidak sekedar menceritakan perjalanan hidup Chavez semata, melainkan tentang sosok pemimpin yang dicintai rakyatnya; yang lahir dari situsi-situasi sosial serta sejarah tanah airnya. Dari buku ini terjelaskan pula bahwa dinamika perjuangan rakyat dengan tantangan di setiap zaman lah yang melahirkan para pemimpin progresif. Di antaranya tergambar proses nasionalisasi ekonomi Venezuela yang telah dimulai sejak dekade 70-an di bawah Presiden Carlos Andrez Perez. Di saat-saat sentimen anti kolonialisme dunia ketiga mulai memudar, Andrez Perez justru melakukan serangkaian tindakan berani. Beberapa perusahaan minyak termasuk Shell dan Exxon dinasionalisasi, dan uangnya dipakai untuk membangun industri dalam negeri berteknologi tinggi, seperti penambangan besi dan aluminium, bendungan hidro-elektrik, kompleks-kompleks industri, dsb. Di tengah serbuan imperialisme yang menghantam Indonesia, buku ini patut menjadi tambahan referensi perjuangan; bukan hanya karena Richard Gott menulisnya dengan memukau, tapi juga kemampuannya dalam memberi inspirasi baru tentang proses menuju dan bagaimana seharusnya kekuasaan rakyat diterapkan.
***

like...