Selasa, 08 Mei 2012

Timor dalam Perspektif Sejarah

Nusa Tenggara Timor berada di Timur gugusan zamrud khatulistiwa kepulauan Indonesia. Berdirinya Timor berawal sebelum kedatangan Portugis. Konon di Kupang ada sebuah kapal bangsa asing yang telah mengunjungi Kupang. Awal kapal asing ini turun ke darat untuk berkenalan dengan penguasa Pribumi, yang tinggal tidak jauh dari muara sungai. Nahkoda dan awak kapal asing ini disambut dengan ramah oleh penguasa Pribumi.

Sambutan ramah yang diberikan membuat rombongan tersebut terkesan. Mereka kemudian menghadiahkan sebuah kendi yang berukir indah. Nahkoda kapal berkata kepada penduduk pribumi sambil berkata “Cupa”. Penguasa pribumi menerima hadiah yang diterima tersebut dengan gembira sambil menirukan ucapan nahkoda kapal asing tersebut. Walhasil mulai dari waktu itulah sang penguasa pribumi tanah Helong yang menerima dan menyimpan Cupa menamainya Nai Cupa, dari ucapan ini kemudian berubah menjadi Kopa, Kopan, kemudian Kupang.

Sebenarnya masih ada beberapa versi yang menceritakan awal mula bersirinya pulau ini, namun cerita ini dianggap paling mendekati kebenaran karena beberapa alasan. Pertama, kata Kopa atau Kopan tidak pernah ada dalam bahasa Helong maupun bahasa Dawan dimana para penguasa negeri berada waktu itu. Nai Kupan ( merupakan ucapan Dawan). Sedangkan Lai Kopan merupakan ucapan orang Helong.

Berdasarkan penelitian bahasa, ternyata Cupa berasal dari bahasa Spanyol dan Inggris Kuno, Cupa atau Cuppe, yang artinya kendi berukir indah yang biasanya memang dijadikan sebagai cindera mata. Sehingga kemungkinan besar Nahkoda dan rombongan tersebut berasal dari Spanyol. Namun perlu menjadi catatan bahwa pada masa penguasaan Portugis maupun Belanda, Kupan ditulis dan diucapkan dalam lima versi yaitu Cupao, Coupan, Cupam, Kopan, dan Koepang.

Dari beberapa catatan sejarah menuliskan bahwa pulau Timor sudah dikenal sejak abad ketujuh, hal ini disebabkan karena kayu cendananya yang berkualitas baik. Dikisahkan, bahwa waktu itu banyak sekali pedagang dari Malaka, Gujarat, Jawa dan Makasar, serta pedagang dari negri Cina telah melakukan kontak dagang secara langsung dengan raja-raja Timor, yang mengawasi penebangan kayu cendana di daerah pedalaman.

Selanjutnya dokumen Cina tahun l5 yang ditulis oleh Chau Ju Kua, menuliskan bahwa pulau Timor biasa disebut dengan nama Tiwu  sangat kaya dengan kayu cendana. Pada waktu kekuasaan kerajaan Hindu-Jawa di Kediri telah mampu menjangkau Raja-raja Timor dan membayar upeti mereka dengan kayu cendana kepada raja di Kediri. Begitu juga dalam buku Negarakertagama, tahun l365 mencatat bahwa Timor yang terkenal dengan hasil cendananya termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit.

Dokumen Cina yang lain, ditulis oleh Hsing-cha Shenglan, menyebutkan bahwa di Kih-ri Timun (yakni pulau Timor) waktu itu terdapat dua belas tempat penampungan kayu cendana, disebut dengan twelve ports ormercantile establisment, each under a chief (dua belas pelabuhan/kelompok kegiatan perdagangan, yang masing-masing dibawah pengawasan seorang pemimpin). Adapun duabelas tempat tersebut antara lain adalah: Kupang, Naikliu, Oekusi, Atapupu, Betun, Boking, Kolbano, Bitan, Elo Abi, Bijeli, Oepoli, dan Nefokoko. Dari ke tempat inilah pedagang Cina dan Jawa mengangkut kayu cendana ke Kediri, Sumatra (Sriwijaya), jazirah Melayu (Malaka), dan Asia lainnya. Sejak itu Timor dikenal dengan nama ‘Timor Pulau Cendana’. Sistem perdagangan yang digunakan-pun masih menggunakan sistem barter, dengan barang pengganti seperti tembikar, manik, Sutera, barang-barang atau peralatan dari besi yakni sebangsa kapak, parang, pisau dan sebagainya.

Pada tahun l5l0 Portugis berhasil merebut Goa di pantai Barat India Tengah, dan pada tahun l5ll Malaka menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara berhasil direbut pula. Untuk misi perdagangan dan agama, maka Portugis mulai melakukan ekspansi ke arah Timur, yakni Maluku yang termasyur karena rempah-rempahnya, dan Solor (Flores) yang termasyur dengan kayu Cendananya. Tahun l5ll armada Ferdinand Magellan (dua kapal) singgah di Alor dan Timor (Kupang). Dalam penyebrangan ke selat Pukuafu, kedua kapal ini tertimpa badai, salah satu kapal karam dan hancur. Salah satu jangkar raksasa kapal ini hingga kini masih ada di pantai Rote. Satu lainnya berhasil lolos dari amukan ombak melanjutkan perjalanan ke Sabu, kemudian ke Tanjung Harapan dan kembali ke Spanyol. Karena lolos dari amukan gelombang di Pantai Rote itu, maka kapal tersebut dikenal dengan nama kapal ‘Victory’.

Pada waktu VOC dibubarkan pada th l799, segala hak dan kewajiban Indonesia diambil alih oleh pemerintah Belanda. Peralihan ini tidak membawa perubahan apapun , karena pada waktu itu Balanda menghadapi perang yang dilancarkan oleh negara tetangga. Belanda waktu itu masih dikuasai oleh pemerintah boneka dari kekaisaran Perancis dibawah Napoleon. Keadaan ini dimanfaatkan Inggris untuk memperluas jajahannya dengan merebut jajahan Belanda.

Armada Inggrispun mengganggu semua daerah kekuasaan Belanda di Indonesia, sehingga pada tahun l799 hampir seluruh wilayah Indonesia (kecuali Jawa, Palembang, Banjarmasin dan Timor) dalam kekuasaan Inggris. Dua kapal Inggris memasuki pelabuhan Kupang pada l0 Juni l797, namun berhasil dipukul mundur oleh Greving yang mengarahkan pada mardijkers. Kira-kira tahun 1800, Komisaris Fiskal bernama Doser diutus dari Makasar ke Kupang untuk menyelidiki keadaan keuangan VOC. Akan tetapi ketika Doser sampai di Kupang ia segera diperintahkan untuk kembali dan tugasnya diambil alih oleh pejabat lain yang bernama Lofsteth. Namun tahun tak lama Lofsteth meninggal. Posisi ini kemudian digantikan oleh Hazart, seorang Belanda yang lahir di Kupang tahun 1773. Dibawah kepemimpinannya Belanda berhasil membatasi wilayah gerak Portugis sampai awal abad XIX. Penguasaan ini akhirnya berdampak terhadap kehidupan agama dan kultural di Timor. Kupang dan sekitarnya (Pulau Timor bagian barat) lebih banyak memeluk agama Kristen dengan bahasa dan dialek yang sangat kental dengan pengaruh bahasa Belanda. Contoh kata ‘tidak’ dalam bahasa Kupang adalah ‘sonde’ dari kata ‘sonder’ dalam bahasa Belanda. Semakin ke arah Timor menuju Attambua (Perbatasan Timor leste) mayoritas penduduk memeluk agama Katholik dengan pengaruh bahasa dari Portugis. Namun di daerah pesisir, dimana dahulu banyak bermukim pedagang Islam dari Gujarat, Pakistan dan sekitarnya masih banyak memeluk agama Islam.

Islam pesisir ini memiliki basis religio politik santri yang masih melekat kuat dalam politik aliran, mereka kebanyakan terdominasi dalam faham ahlu sunnah wal jamaah yang bersumber dari aliran Nahdatul Ulama (NU). Pemahaman mereka terhadap sumber-sumber simbolik yang berakar dari NU itu menimbulkan pluralitas kaum di kalangan Nahdliyin. Karena ternyata tak seluruhnya intensif menggumuli gerakan sufisme. Praxis serta pandangan yang mereka pahami tentang Islam memang masih belum begitu luas. Dalam kasus ini trikotomi Geertz yang membuat trikotomi Islam menjadi santri bagi mereka yang taat beragama, varian abangan dengan animisme dan varian priyayi yang dianggap kental dengan Hinduismenya yang nilainya sebagai penciri organisasi yang kurang taat beragama tidak berlaku. Namun Islam masih tetap bisa berekspresi karena tingkat toleransi antara masyarakat yang sangat tinggi.

(Bedah Buku di LMND EW NTT)

like...