Suatu ketika, ada seorang
guru yang meminta
murid-muridnya untuk membawa
satu kantung
plastik bening ke sekolah.
Lalu, ia meminta setiap
anak untuk memasukkan
beberapa kentang di
dalamnya. Setiap anak,
diminta untuk
memasukkan sebuah kentang,
untuk setiap orang
yang tak mau mereka maafkan.
Mereka diminta untuk
menuliskan nama
orang itu, dan mencantumkan
tanggal di
dalamnya. Ada beberapa anak yang memiliki
kantung yang ringan, walau
banyak juga yang
memiliki plastik kelebihan
beban.
Mereka diminta untuk membawa
kantung
bening itu siang dan malam.
Kemana
saja, harus mereka bawa,
selama satu minggu
penuh.
Kantung itu, harus ada di
sisi mereka kala
tidur, di letakkan di meja
saat belajar, dan
ditenteng saat berjalan.
Lama-kelamaan
kondisi kentang itu makin tak
menentu.
Banyak dari kentang itu yang
membusuk dan
mengeluarkan bau yang tak
sedap.
Hampir semua anak mengeluh
dengan
pekerjaan ini.
Akhirnya, waktu satu minggu
itu selesai.
Dan semua anak, agaknya
banyak yang
memilih untuk membuangnya
daripada
menyimpannya terus menerus.
Teman, pekerjaan ini,
setidaknya,
memberikan hikmah spiritual
yang
besar sekali buat anak-anak.
Suka-duka saat membawa-bawa
kantung
yang berat, akan menjelaskan
pada mereka,
bahwa, membawa beban itu,
sesungguhnya
sangat tidak menyenangkan.
Memaafkan, sebenarnya, adalah
pekerjaan yang lebih mudah,
daripada membawa semua beban itu
kemana saja kita melangkah. Ini adalah
sebuah perumpamaan yang baik
tentang harga yang harus kita bayar
untuk sebuah kepahitan yang kita
simpan, dan dendam yang kita genggam
terus menerus. Getir, berat, dan meruapkan
aroma yang tak sedap, bisa jadi, itulah nilai yang
akan kita dapatkan saat memendam amarah dan
kebencian.
Sering kita berpikir,
memaafkan adalah
hadiah bagi orang yang kita
beri maaf.
Namun, kita harus kembali
belajar,
bahwa, pemberian itu, adalah
juga
hadiah buat diri kita
sendiri. Hadiah,
untuk sebuah kebebasan.